BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Corporate
Social Responsibility (CSR)
CSR adalah sebuah konsep yang tidak
hadir secara instan. CSR merupakan hasil dari proses panjang dimana konsep
dan aplikasi dari konsep CSR pada saat sekarang ini telah mengalami banyak
perkembangan dan perubahan dari konsep-konsep terdahulunya.
Perkembangan CSR secara konseptual
baru dikemas sejak tahun 1980-an yang dipicu sedikitnya oleh 5 hal
berikut:
1) Maraknya fenomena “take over” antar
korporasi yang kerap dipicu oleh keterampilan rekayasa finansial.
2) Runtuhnya tembok Berlin yang
merupakan simbol tumbangnya paham komunis dan semakin kokohnya imperium
kapitalisme secara global.
3) Meluasnya operasi perusahaan
multinasional di negaranegara berkembang, sehingga di tuntut supaya
memperhatikan: HAM, kondisi sosial dan perlakukan yang adil terhadap buruh.
4) Globalisasi dan menciutnya peran
sektor publik (pemerintah) hampir di seluruh dunia telah menyebabkan tumbuhnya
LSM (termasuk asosiasi profesi) yang memusatkan perhatian mulai dari isu
kemiskinan sampai pada kekuatiran akan punahnya berbagai spesies baik hewan
maupun tumbuhan sehingga ekosistem semakin labil.
5) Adanya kesadaran dari perusahaan
akan arti penting merk dan reputasi perusahaan dalam membawa perusahaan menuju
bisnis berkelanjutan.
Pada tahun 1990-an muncul istilah
corporate social reponsibility(CSR). Pemikiran yang melandasi CSR yang sering
dianggap inti dari etika bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai
kewajiban-kewajiban ekonomi dan legal (artinya kepada pemegang saham atau
shareholder) tetapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang
berkepentingan (stakeholder) yang jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban di
atas. Tanggung jawab sosial dari perusahaan terjadi antara sebuah perusahaan
dengan semua stakeholder, termasuk di dalamnya adalah pelanggan atau customer,
pegawai, komunitas, pemilik atau investor, pemerintah, supplier bahkan juga
kompetitor. Perkembangan CSR saat ini juga dipengaruhi oleh perubahaan
orientasi CSR dari suatu kegiatan bersifat sukarela untuk memenuhi kewajiban
perusahaan yang tidak memiliki kaitan dengan strategi dan pencapaian tujuan
jangka panjang, menjadi suatu kegiatan strategis yang memiliki keterkaitan
dengan pencapaian tujuan perusahaan dalam jangka panjang.
Di Indonesia wacana mengenai CSR
mulai mengemuka pada tahun 2001, namun sebelum wacana ini mengemuka telah
banyak perusahaan yang menjalankan CSR dan sangat sedikit yang mengungkapkannya
dalam sebuah laporan. Hal ini terjadi mungkin karena kita belum mempunyai
sarana pendukung seperti: standar pelaporan, tenaga terampil (baik penyusun
laporan maupun auditornya). Di samping itu sektor pasar modal Indonesia juga
kurang mendukung dengan belum adanya penerapan indeks yang memasukkan kategori
saham-saham perusahaan yang telah mempraktikkan CSR. Sebagai contoh, New York
Stock Exchange memiliki Dow Jones Sustainability Index (DJSI) bagi saham-saham
perusahaan yang dikategorikan memiliki nilai corporate sustainability dengan salah
satu kriterianya adalah praktik CSR. Begitu pula London Stock Exchange yang
memiliki Socially Responsible Investment (SRI) Index dan Financial Times Stock
Exchange (FTSE) yang memiliki FTSE 4Good sejak 2001.
CSR bukan saja sebagai tanggung jawab, tetapi juga sebuah kewajiban. CSR
adalah suatu peran bisnis dan harus menjadi bagian dari kebijakan bisnis.
Maka,bisnis tidak hanya mengurus permasalahan laba , tapi juga sebagai sebuah
institusi pembelajaran. Bisnis harus mengandung kesadaran sosial terhadap lingkungan
sekitar.
Ada enam kecenderungan utama, yang semakin menegaskan arti penting CSR,
yaitu :
1) Meningkatnya kesenjangan antara kaya
dan miskin;
2) Posisi negara yang semakin berjarak
pada rakyatnya;
3) Makin mengemukanya arti kesinambungan;
4) Makin gencar sorotan kritis dan
resistensi publik, bahkan bersifat anti perusahaan.
5) Tren ke arah transparansi;
6) Harapan terwujudnya kehidupan lebih
baik dan manusiawi pada era millennium baru.
Tak heran, CSR telah menjadi isu bisnis yang terus menguat. Isu ini sering
diperdebatkan dengan pendekatan nilai-nilai etika, dan memberi tekanan yang
semakin besar pada kalangan bisnis untuk berperan dalam masalah-masalah sosial,
yang akan terus tumbuh. Isu CSR sendiri juga sering diangkat oleh kalangan
bisnis, manakala pemerintahan nasional di berbagai negara telah gagal
menawarkan solusi terhadap berbagai masalah kemasyarakatan
Namun, upaya
penerapan CSR sendiri bukannya tanpa hambatan. Dari kalangan ekonom sendiri
juga muncul reaksi sinis. Ekonom Milton Friedman, misalnya, mengritik konsep
CSR, dengan argumen bahwa tujuan utama perusahaan pada hakikatnya adalah
memaksimalkan keuntungan (returns) bagi pemilik saham, dengan mengorbankan
hal-hal lain. Ada juga kalangan yang beranggapan, satu-satunya alasan mengapa
perusahaan mau melakukan proyek-proyek yang bersifat sosial adalah karena
memang ada keuntungan komersial di baliknya. Agar mengangkat reputasi
perusahaan di mata publik atau pemerintah. Oleh karena itu, para pelaku bisnis
harus menunjukkan bukti nyata bahwa komitmen mereka untuk melaksanakan CSR
bukanlah main-main. Manfaat dari CSR itu sendiri terhadap pelaku bisnis juga
bervariasi, tergantung pada sifat (nature) perusahaan bersangkutan, dan sulit
diukur secara kuantitatif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Corporate Social Responsibility
(CSR)
Walaupun konsep CSR dewasa ini sangat popular, namun belum dijumpai
keseragaman dalam mendefinisikan konsep CSR. Istilah CSR sendiri diperkenalkan
pertama kali dalam tulisan Social Responsibility of the Businessman tahun 1953.
CSR digagas Howard Rothmann Browen untuk mengeleminasi keresahan dunia bisnis.
CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian
sosial dalam operasi bisnis mereka. CSR bisa dikatakan komitmen yang
berkesinambungan dari kalangan bisnis, untuk berperilaku secara etis dan
memberi kontribusi bagi perkembangan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas
kehidupan dari karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat
luas pada umumnya. Dalam interaksi dengan para pemangku kepentingan
(stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan.
Dibawah ini diberikan beberapa definisi yang dikutip dari beberapa ahli dan
juga dari buku Membedah Konsep dan Aplikasi CSR karangan Yusuf
Wibisono (2007), buku Corporate Social Responsibility dari
A.B. Susanto (2007), dan beberapa buku lainnya.
a) The World Business Council for
Sustainable Development mendefinisikan CSR sebagai “Continuing commitment
by business to behave athically and contribute to economic development while
improving the quality of life of the workforce and their families as well as of
the local community and society at large”. [“Komitmen bisnis untuk
secara terus-menerus berperilaku etis dan berkontribusi dalam pembangunan
ekonomi serta meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, masyrakat
local, serta masyarakat luas pada umumnya.”]
b) EU Green Paper on CSR memberikan definisi CSR sebagai
“ a concept whereb companies intergrate social and
environmentalconcerns in their business operations and it their interaction
with their stakeholders on a voluntary basis.” [“Suatu konsep dimana
perusahaan menginterasikan perhatian pada masyarakat dan lingkungan dalm operasi
bisnisnya serta dalam interkasinya dengan para pemangku kepentingan secara
sukarela.”]
c) Magnan dan Ferrel mendefinisikan CSR
sebagai “ a business acts in a socially responsible manner when its
decision and account for and balance diverse stakeholder interest”. [“Suatu
bisnis dikatakan telah melaksanakan tanggungjawab sosialnya jika
keputusan-keputusan yang diambil telah mempertimbangkan keseimbangan antar
berbagai pemangku kepentingan yang berbeda-beda”.]
d) A.B. Susanto mendefinisikan CSR sebagai
tanggungjawab perusahaan baik ke dalam maupun ke luar perusahaan. Tanggungjawab
ke dalam diarahkan kepada pemegang saham dan karyawan dalam wujud
profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan, sedangkan tanggungjawab ke luar
dikaitkan dengan peran perusahaan sebagai pembayar pajak dan penyedia lapangan
kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi masyarakat, serta memelihara
lingkungan bagi generasi mendatang.
e) Elkington mengemukakan bahwa
tanggaungjawab social perusahaan mencakup tiga dimensi, yang lebih popular
dengan singkatan 3P, yaitu: mencapai keuntungan (profit) bagi
perusahaan, memberdayakan masyarakat (people), dan memelihara
kelestarian alam (planet).
f) Kotler dan Nancy CSR didefinisikan sebagai komitmen perusahaan untuk
meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan
mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan
g) CSR Forum, CSR didefinisikan sebagai bisnis yang dilakukan secara
transparan dan terbuka serta berdasarkan pada nilai-nilai moral dan menjunjung
tinggi rasa hormat kepada karyawan, komunitas dan lingkungan.
Jika dilihat dari beberapa definisi CSR diatas, tampak bahwa secara umum
CSR adalah suatu
tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan
perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap
sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. Contoh bentuk
tanggungjawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian
beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas
umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan
berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar
perusahaan tersebut berada. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan
fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan
stakeholder-nya.
Berdasarkan dari konsep 3P yang dikemukakan Elkington, konsep CSR
sebenarnya ingin memadukan tiga fungsi perusahaan secara seimbang, yaitu :
a) Fungsi Ekonomis. Fungsi ini merupakan fungsi
tradisonal perusahaan, yaitu untuk memperoleh keuntungan(profit) bagi
perusahaan.
b) Fungsi Sosial. Perusahaan menjalankan fungsi ini
melalui pemberdayaan manusianya, yaitu para pemangku kepentingan(people) baik
pemangku kepentingan primer maupun pemangku ke[entingan sekunder. Selain itu,
melalui fungsi ni perusahaan berperan menjaga keadilan ndalam membagi manfaat
dan menanggung beban yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan.
c) Fungsi Alamiah. Perusahaan berperan dalam menjaga
kelestarian alam(planet). Perusahaan hanya merupakan salah satu elemen dalam
system kehidupan di bumi ini. Bila bumi ini dirusak maka seluruh bentuk
kehidupan di bumi akan terancam musnah. Bila tidak ada kehidupan, bagaimana
mungkin akan ada perudahaan yang masih bertahan hidup?
Menurut Philip Kotler, ada enam program CSR yang mungkin untuk dijalankan
sebuah perusahaan:
1) Cause Promotion. Perusahaan menyediakan dana atau menyediakan
resources lainya seperti tenaga sukarela atau mendukung kegiatan pengumpulan
dana untuk membiayai suatu program CSR. Contoh, Body Shop mendukung
kampanye untuk anti pengunaan binatang sebagai percobaan untuk
produk-produk kosmetik.
2) Cause-Related Marketing. Peresahaan mendukung suatu
program CSR tertentu dengan cara menyumbangkan dana dari hasil penjualan produk
perusahaan, biasanya dilakukan untuk jenis produk tertentu dan untuk
periode tertentu saja.Contoh,Avon and The Avon Foundation mendukung
program kampanye kanker payudara tentang penyebab dan penangulangannya
3) Corporate Social Marketing. Perusahaan mendukung program
CSR yang sifatnya kampanye perubahan perilaku yang tidak baik menjadi
baik atau lebih baik seperti, peningkatan kesehatan masyrakat, keselamatan
kerja, kerusakan lingkungan dan lain-lain. Bisa dilakukan sendiri atau
mencarimitra yang mempunyai kepedulian yang terhadap isu yang sama. Contoh, The
Home Depot mengkampanyekan dan memberikan petunjuk mengenai bagaimana menghemat
pengunaan air melalui brosur,pelatihan dan lain-lain.
4) Corporate Philanthropy. Program CSR ini dilakukan
dengan cara memberikan bantuan langsung, baik dana maupun tenaga terhadap isu
sosial tertentu.Contoh, Microsoft memberikan bantuan uang tunai dan software
gratis kepada sekolah-sekolah
5) Community Voluntering. Perusahaan memberikan bantuan
untuk isu tertentu dengan cara memberikan bantuan tenaga sukarela yang
diperlukan dalam program CSR tersebut. Contoh, IBM memberikan bantuan dengan
cara memberikan pelatihan tentang komputer kepada siswa.
6) Social Responsible Business
Practice. Program CSR
ini dilakukan dengan melakukan untuk tujuan meningkatkan kualitas hidup
masyarakat dengan cara memilih cara-cara operasi yang sesuai dengan kondisi
masyarakat. Pemilihan cara-cara oeprasi yangs esuai dengan etika dan moral yang
berkembang dimasyarakat.Contoh, Kraft Food bekerja sama dengan Wellness
Advisory Council mencantumkan label nutrisi dalam setiap kemasan produknya.
Berkaitan dengan implementasi CSR perusahaan dapat dikelompokan kedalam
beberapa kategori untuk menggambarkan komitmen dan kemampuan perusahaan dalam
menjalankan CSR. Dengan menggunakan dua pendekatan, sedikitnya ada delapan
kategori perusahaan. Perusahaan yang ideal memiliki kategori reformis dan
progresif. Dalam kenyataan, kategori ini bisa saling bertautan.
1. Berdasarkan proporsi keuntungan
perusahaan dan besarnya anggaran CSR, ada empat kategori yaitu;
· Perusahaan Minimalis. Perusahaan
yang memiliki profit dan anggaran CSR yang rendah. Perusahaan kecil dan lemah
biasanya termasuk dalam kategori ini.
· Perusahaan Ekonomis. Perusahaan yang
memiliki keuntungan tinggi, namun anggran CSR-nya rendah seperti perusahaan
besar namun pelit.
· Perusahaan Humanis. Meskipun
profitnya perusahaan rendah, proporsi anggaran CSR-nya relatif tinggi. Layak
disebut perusahaan dermawan atau baik hati.
· Perusahaan Reformis. Perusahaan yang
memiliki profit dan anggran CSR yang tinggi. Perusahaan yang sudah menempatkan
CSR pada strategi bisnisnya, memandang CSR bukan sebagai beban, melainkan
sebagai peluang untuk maju.
2. Berdasarkan tujuan perusahaan dalam
implementasi CSR, ada empat kategori yaitu;
· Perusahaan Pasif. Perusahaan yang
menerapkan CSR tanpa tujuan jelas, sekedar melakukan kegiatan karitatif.
Perusahaan seperti ini melihat promosi dan CSR sebagai hal kurang bermanfaat
bagi perusahaan.
· Perusahaan Impresif. Perusahaan yang
menggunakan CSR untuk promosi alias tebar pesona daripada untuk pemberdayaan.
· Perusahaan Agresif. CSR lebih
ditujukan untuk pemberdayaan ketimbang promosi. Perusahaan seperti ini lebih
mementingkan karya nyata ketimbang tebar pesona.
· Perusahaan Progresif. Perusahaan
menerapkan CSR untuk tujuan pemberdayaan dan sekaligus promosi. Promosi dan CSR
dipandang sebagai kegiatan yang bermanfaat dan menunjang satu sama lain bagi
kemajuan perusahaan.
2.2
Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR)
CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka
panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability. Manfaat bagi
masyarakat dan keuntungan bagi perusahaan Manfaat bagi masyarakat dan
perusahaan itu sangat bagus dengan adanya CSR ini. Karena di dalam CSR ini
terdapat point-point seperti :
· Pengembangan Ekonomi misalnya
kegiatan di bidan pertanian, peternakan,koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(UKM).
· Kesehatan dan Gizi Masyarakat
misalnya penyuluhan, pengobatan, pemberian gizibagi balita, program sanitasi
masyarakat dan sebagainya.
· Pengelolaan Lingkungan misalnya
penanganan limbah, pengelolaan sampah rumah tangga, reklamasi dan penanganan
dampak lingkungan lainnya.
· Pendidikan, Ketrampilan dan
Pelatihan misalnya pemberian beasiswa bagi siswa berprestasi dan siswa tidak
mampu, magang atau job training, studi banding,peningkatan ketrampilan,
pelatihan dan pemberian sarana pendidikan.
· Sosial, Budaya, Agama dan
Infrastruktur misalnya kegiatan bakti sosial, budayadan keagamaan serta
perbaikan infrastruktur di wilayah masyarakat setempat.
Dari point-point tersebut jadi bisa diambil kesimpulannya bawa manfaat
CSR bagi masyarakat itu ialah
· Masyarakat jadi lebih mudah dalam
mendapatkan hak nya sesuai dengan sila-4,
· Dapat membantu masyarakat apabila
ingin melakukan kegiataan perekonomian,
· Meningkatkan tingkat kesehatan,
· Mengurangi tingkat penggangguran dan
· Mengurangi tingkat putus sekolah
masyarakat.
Kemudian manfaat bagi perusahan adalah
· Perusahaan lebih mudah
mengalokasikan dana yang mengendap melalui kegiatan pemberian kredit bagi
masyarakat yang ingin melakukan kegiatan ekonomi seperti (KUR)
· Dapat meningkatkan penghasilan
perusahaan juga sebab apabila taraf hidup masyarakat maju maka daya beli
masyarakat juga akan bertambah hal ini yang akan menjadi bertambahnya
penghasilan bagi perusahaan.
· Mempertahankan dan mendongkrak
reputasi serta citra merek perusahaan;
· Mendapatkan lisensi untuk beroprasi
secara sosial;
· Mereduksi risiko bisnis perusahaan;
· Melebarkan akses sumber daya bagi
operasional usaha;
· Membuka peluang pasar yang lebih
luas;
· Mereduksi biaya misalnya terkait
dampak lingkungan;
· Memperbaiki hubungan dengan
stakeholders;
· Meningkatkan semangat dan
produktivitas karyawan;
· peluang mendapatkan penghargaan
Lalu jika dikelompokkan, sedikitnya ada empat manfaat CSR terhadap
perusahaan (Wikipedia, 2008) :
· Brand
differentiation. Dalam persaingan pasar yang kian kompetitif, CSR bisa memberikan
citra perusahaan yang khas, baik dan etis di mata publik yang pada gilirannya
menciptakan customer loyalty. The Body Shop dan BP (dengan bendera “Beyond Petroleum”-nya),
sering dianggap sebagai memiliki image unik terkait isu lingkungan.
· Human
resources. Program CSR dapat membantu dalam perekrutan karyawan baru, terutama
yang memiliki kualifikasi tinggi. Saat interview, calon karyawan yang memiliki
pendidikan dan pengalaman tinggi sering bertanya tentang CSR dan etika bisnis
perusahaan, sebelum mereka memutuskan menerima tawaran. Bagi staf lama, CSR
juga dapat meningkatkan persepsi, reputasi dan dedikasi dalam bekerja.
· License to
operate. Perusahaan yang menjalankan CSR dapat mendorong pemerintah dan publik
memberi ”ijin” atau ”restu” bisnis. Karena dianggap telah memenuhi standar
operasi dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat luas.
· Risk
management. Manajemen resiko merupakan isu sentral bagi setiap perusahaan.
Reputasi perusahaan yang dibangun bertahun-tahun bisa runtuh dalam sekejap oleh
skandal korupsi, kecelakaan karyawan atau kerusakan lingkungan. Membangun
budaya ”doing the right thing” berguna bagi perusahaan dalam mengelola
resiko-resiko bisnis.
2.3
Tingkat/Lingkup Keterlibatan dalam CSR
Walaupun sudah banyak perusahaan yang menyadari pentingnya untuk
menajalankan CSR, namun masih ada juga yang keberatan untuk menjalankannya.
Bahkan di antara mereka yang setuju agar perusahaannya menjalankan CSR, masih
terdapat perbedaan dalam memaknai tingkat keterlibatan perusahaan dalam
menjalankan program CSR. Pada akhirnya, keberhasilan CSR dan cakupan program
CSR yang dijalankan akan ditentukan oleh tingkat kesadaran para
pelaku bisnis dan para pemangku kepentingan terkait lainnya. Ada tiga tingkat
kesadaran yang dimiliki oleh seseorang yaitu, tingkat kesadaran hewani, tingkat
kesadaran manusiawi, dan tingkat kesadaran transedental. Mereka yang masih
berkeberatan dengan program CSR ini dapat dikatakan bahwa mereka masih
mempunyai tingkat kesadaran hewani,dan masih menganut teori etika egoisme.
Program CSR akan berjalan efektif bila para pihak yang terkait dalam bisnis
(oknum pengelola, pemerintah, dan masyarakat) sudah mempunyai tingkat kesadaran
manusiawi atau transedental, serta menganutteori-teori etika dalam koridor
utilitarianisme, deontologi, keutamaan, dan teonom.
Lawrence, Weber, dan Post (2005) melukiskan tingkat kesadaran ini dalam
bentuk tingkat keterlibatan bisnis dengan para pemangku kepentingan dalam
beberapa tingkatan hubungan, yaitu : inactive, reactive, proactive, dan
interactive.
1. Perusahaan yang inactive sama sekali
mengabaikan apa yang menjadi perhatian pihak pemangku kepentingan.
2. Perusahaan yang reactive hanya
bereaksi bila ada ancaman atau tekanan yang diperkirakan akan mengganggu
perusahaan dari pihak pemangku kepentingan tertentu.
3. Perusahaan yang proactive akan
selalu mengantisipasi apasaja yang menjadi kepedulian para pemangku
kepentingan, sedangkan
4. Perusahaan yang interactive selalu
membuka diri dan mengajak para pemangku kepentingan untuk berdialog setiap saat
atas dasar saling menghormati, saling memercayai, dansaling menguntungkan.
Berdasarkan tingkap/lingkup keterlibatan ini, Lawrence, Weber, dan Post
(2005) membedakan dua prinsip CSR, yaitu: prinsip amal (charity principles) dan
prinsip pelayanan (stewardship principles). Perbedaan kedua prinsip ini
terletak pada perbedaan kesadaran dan ruang lingkup keterlibatan. Berikut
cirri-ciri yang membedakannya.
Ciri-ciri
|
Prinsip Amal
|
Prinsip Pelayanan
|
Definisi
|
Bisnis seharusnya memberikan
bantuan sukarela kepada orang atau kelompok yang memerlukan
|
Sebagai agen publik,
tindakan bisnis seharusnya mempertimbangkan semua kelompok pemagku
kepentingan yang dipengaruhi oleh keputusan dan kebijakan perusahaan.
|
Tipe Aktivitas
|
Filantropi korporasi :
tindakan sukarela untuk menunjang cita perusahaan
|
Mengakui adanya saling
ketergantungan perusahaan dengan masyarakat; Menyeimbangkan kepentingan dan
kebutuhan semua ragam kelompok di masyarakat.
|
Contoh
|
Mendirikan yayasan amal,
berinisiatif untuk menanggulangi masalah social, bekerja sama dengan kelompok
masyarakat yang memerlukan
|
Pribadi yang tercerahkan,
memenuhi ketentuan hukum, menggunakan pendekatan stakeholders dalam
perencanaan strategis perusahaan.
|
2.4 Teori Pendukung CSR
Menurut Parsons (1961) teori CSR dan pendekatan
terkait difokuskan pada salah satu aspek berikut realitas sosial: ekonomi,
politik, integrasi sosial dan etika yang dapat diamati dalam sistem sosial.
1. Teori
Instrumental. Teori ini mengasumsikan bahwa korporasi merupakan instrumen untuk
penciptaan kekayaan dan bahwa ini adalah tanggung jawab sosialnya. Hanya aspek
ekonomi dari interaksi antara bisnis dan masyarakat dianggap. Jadi setiap
kegiatan sosial yang seharusnya diterima jika, dan hanya jika, itu konsisten
dengan penciptaan kekayaan. Teori ini disebut Teori berperan karena mereka
memahami CSR sebagai sarana hanya untuk akhir keuntungan.
2. Teori Politik. Teori kedua yang kekuatan sosial
perusahaan ditekankan, khususnya dalam hubungannya dengan masyarakat dan
tanggung jawab dalam arena politik terkait dengan kekuasaan ini. Hal ini
menyebabkan perusahaan untuk menerima tugas sosial dan hak atau berpartisipasi
dalam kerjasama sosial tertentu.
3. Teori
Integratif. Teori ini menganggap bahwa bisnis harus mengintegrasikan tuntutan sosial.
Mereka biasanya berpendapat bahwa bisnis tergantung pada masyarakat untuk
kelangsungan dan pertumbuhan dan bahkan untuk keberadaan bisnis itu sendiri.
Tuntutan sosial umumnya dianggap sebagai cara di mana masyarakat berinteraksi
dengan bisnis dan memberikan suatu legitimasi dan prestise tertentu. Akibatnya,
manajemen perusahaan harus memperhitungkan tuntutan sosial, dan
mengintegrasikan mereka sedemikian rupa bahwa bisnis beroperasi sesuai dengan
nilai-nilai sosial. Jadi, isi dari tanggung jawab bisnis terbatas pada ruang dan waktu dari
setiap situasi tergantung pada nilai-nilai masyarakat pada saat itu, dan datang
melalui peran fungsional perusahaan (Preston dan Post, 1975). Dengan kata lain,
tidak ada tindakan khusus yang manajemen bertanggung jawab untuk melakukan
seluruh waktu dan dalam setiap industri.
4. Teori Etis. Teori keempat memahami bahwa hubungan antara
bisnis dan masyarakat tertanam dengan nilai-nilai etika. Hal ini menyebabkan
visi CSR dari perspektif etika dan sebagai konsekuensinya, perusahaan harus
menerima tanggung jawab sosial sebagai kewajiban etis atas pertimbangan lainnya.
2.5 Pro dan Kontra terhadap CSR
Sebagimana telah diungkap sebelumnya, masih banyak pihak yang menentang
implementasi CSR walaupun telah banyak pelaku bisnis dan pemangku kepentingan
terkait yang menyadari dan menyetujui pentingnya perusahaan untuk melaksanakan
program CSR. Proses lahirnya Undang-undang Perseroan Terbatas di Indonesia-yang
dalam salah satu pasalnya (Pasal 74) mewajibkan perusahaan untuk menjalankan
tanggung jawab social dan lingkungan-telah menimbulkan kontroversi pro dan kontra.
Ini menunjukkan bahwa para pelaku bisnis-khususnya di Indonesia- belum banyak
yang mendukung program CSR ini. Tidak sulit memperoleh fakta untuk mendukung
fenomena ini. Lihat saja misalnya kasus Lumpur Lapindo Brantas di
Sidoarjo,kasusu Freeport di Papua, kerusakan hutan lumpuhnya bandara
Internasional Soekarno-Hatta dan akses jalan tol ke bandara karena banjir dan,
sebagainya. Semua ini ada hubungannya dengan aktivitas bisnis yang tidak peduli
dengan lingkungan social dan alam sekitar. Ketersendatan pelaksanaan CSR ini
tidak saja terjadi di Indonesia, tetapi juga hamper di semua Negara termasuk
Negara-negara maju.
Pada konferensi tentang pemanasan global yang dihadiri oleh hamper semua Negara
di dunia pada akhir tahun 2007 di Bali, semua Negara menyadari dan sepakat
bahwa pemanasan global yang terjadi dewasa ini disebabkan oleh kelalaian umat
manusia pada umunya dan masyarakat bisnis pada khususnya dalam menjaga
kelestarian alam. Namun memasuki sesi perundingan mengenai bagaimana mengatasi
filantropi pemanasan global ini, timbullah perdebatan sengit dan berlarut-larut
yang justru hambatannya dating dari Negara-negara maju yang dipelopori oleh
Amerika Serikat. Hal ini tidk mengherankan karena bila membicarakan program
CSR, berarti membawa konsekuensi biaya yang harus dipikul dalam menanggulangi
kerusakan lingkungan. Akhirnya disini muncul kermbali egoism Negara atau egoism
kelompok usahawan besar yang kurang menyadari pentingnya tindakan bersama dalam
menyelamatkan lingkungan hidup.
Sonny Keraf (1998) telah mencoba menginvetarisasi alasan-alasan bagi yang
mendukung dan menentang perlunya perusahaan menjalankan program CSR.
1. Alasan-alasan yang menentang antara
lain :
a) Perusahaan adalah lembaga ekonomi
yang tujuan pokoknya mencari keuntungan, bukan merupakan lembaga social.
b) Perhatian manajemen perusahaan akan
terpecah dan akan membingungkan mereka bila perusahaan dibebani banyak tujuan.
c) Biaya kegiatan social akan
meningkatkan biaya produk yang akan ditambhakan pada harga produk sehingga pada
gilirannya akan merugikan konsumen/masyarakat itu sendiri.
d) Tidak semua perusahaan mempunyai
tenaga yang terampil dalam menjalankan kegiatan social.
2. Alasan-alasan yang mendukung CSR yaitu :
a) Kesadaran yang meningkat dan
masyarakat yang semakin kritis terhadap dampak negatif dari tindakan perusahaan
yang merusak alam serta merugikan masyarakat sekitarnya.
b) Sumber daya alam yang semakin
terbatas.
c) Menciptakan lingkungan social yang
lebih baik.
d) Perimbangan yang lebih adil dalam
memikul tanggung jawab dan kekuasaan dalam memikul beban social dan lingkungan
antara pemerintah, perusahaan dan masyarakat.
e) Bisnis sebenarnya mempunyai sumber
daya yang berguna
f) Menciptakan keuntungan jangka
panjang
2.6 CSR dan Hukum Perseroan di Indonesia
Kegiatan perusahaan (perseroan) di Indonesia didasarkan atas paying hokum
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentan gperseroan terbatas. Namun
Undang-Undang ini kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 40
tahun 2007. Sebagimana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 2007, yang
dimaksud dengan perseroan adalah badan hokum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007,
dikatakan alas an pencabutan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 untuk diganti
dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007. pertimbangan tersebut antar alain
karena adanya perubahan dan perkembangan yang cepat berkaitan dengan teknologi,
ekonomi, harapan masyarakat tentang perlunya peningkatan pelayanan dan
kepastian hokum, kesadaran social dan lingkungan, serta tuntutan pengelolaan
usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik.
Dan untuk CSR sendiri jelas
ditegaskan dalam 2 Undang-undang, yakni UU No.40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (PT) pasal 74 & UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman
Modal pasal 15,17 & 34.
1. UU PT No.40 tahun 2007 pasal
74, berisi :
Ayat
(1) : Perseroan
yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber
daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Ayat
(2) : Tanggung
jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
kewajiban perseroan yang dianggarkan & diperhitungkan sebagai biaya perseroan
yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan & kewajaran.
Ayat
(3) : Perseroan
yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat
(4) : Ketentuan
lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial & lingkungan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
2. UU No.25
tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasal 15,17 & 34, berisi :
Pasal 15
Setiap
penanam modal berkewajiban:
a. menerapkan prinsip tata kelola
perusahaan yang baik;
b. melaksanakan tanggung jawab sosial
perusahaan;
c. membuat laporan tentang kegiatan
penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman
Modal;
d. menghormati tradisi budaya
masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan
e. mematuhi semua ketentuan peraturan
perundangundangan.
Pasal 17
Penanam
modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib
mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi
standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 34
1) Badan usaha atau usaha perseorangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha;
c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau
fasilitas penanaman modal; atau
d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau
fasilitas penanaman modal.
2) Sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
3) Selain dikenai sanksi administratif,
badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.7 CSR dan Implikasinya pada Iklim Penanaman Modal di
Indonesia
Penanaman modal dalam UUPM No. 25 Tahun 2007, Pasal 1 angka 1
dinyatakan bahwa ”Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal,
baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan
usaha di wilayah negara Republik Indonesia”.
Kehadiran UUPM NO. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal diharapkan, mampu
memberikan angin segar kepada investor dan memberikan iklim investasi yang
menggairahkan. Kenyamanan dan ketertarikan investor asing terutama apabila
terciptanya sebuah kepastian hukum dan jaminan adanya keselamatan dan kenyamanan
terhadap modal yang ditanamkan. Secara
garis besar tujuan dari dikeluarkannya UU PM tentunya disamping
memberikan kepastian hukum juga adanya transparansi dan tidak membeda-bedakan
serta memberikan perlakuan yang sama kepada investor dalam dan luar negeri.
Dengan adanya kepastian hukum dan jaminan kenyamanan serta keamanan
terhadap investor, tentunya akan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar
global yang merosot sejak terjadinya krisis moneter. Berkaitan dengan hal
tersebut, penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan
perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk menigkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan
pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan
teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing.
Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor
penunjang yang menghambat iklim investasi dapat diatasi, antara lain melalui
perbaikan koordinasi antarinstansi Pemerintah Pusat dan Daerah, penciptaan
birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya
ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang
ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan perbaikan faktor tersebut,
diharapkan realisasi penanaman modal akan membaik secara signifikan.
Suasana kebatinan yang diharapkan oleh pembentuk UU PM, didasarkan pada
semangat ingin menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif yang salah satu
aturannya mengatur tentang kewajiban untuk menjalankan CSR. Bagi pelaku usaha
(pemodal baik dalam maupun asing) memiliki kewajiban untuk
menyelenggarakan CSR baik dalam aspek lingkungan, sosial maupun budaya.
Penerapan kewajiban CSR sebabagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal , Pasal 15 huruf b menyebutkan ”Setiap penanam modal
berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”. Jika tidak
dilakukan maka dapat diberikan sanksi administrasi berupa peringatan tertulis,
pembatasan kegiatan usaha, pembekuan, hingga pencabutan kegiatan usaha dan/atau
fasilitas penanaman modal (Pasal 34 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2007). Sedangkan
yang dimaksud “tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang
melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan
yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya
masyarakat setempat.
Ilustrasi yang menggambarkan keinginan dari berbagai anggota dewan pada
waktu itu adalah kewajiban CSR terpaksa dilakukan lantaran banyak perusahaan
multinasional yang beroperasi di Indonesia, lepas dari tanggung jawabnya dalam
mengelola lingkungan. ”Pengalaman menunjukkan, bahwa banyak sekali perusahaan
yang hanya melakukan kegiatan operasional tetapi kurang sekali memberikan
perhatian terhadap kepentingan sosial”. Beberapa contoh kasus , seperti :
lumpur Lapindo di Porong, lalu konflik masyarakat Papua dengan PT. Freeport
Indonesia, konflik masyarakat Aceh dengan Exxon Mobile yang mengelola gas bumi
di Arun, pencemaran oleh Newmont di Teluk Buyat dan sebagainya.
Alasan lainnya adalah kewajiban CSR juga sudah diterapkan pada perusahaan
BUMN. Perusahaan-perusahaan pelat merah telah lama menerapkan CSR dengan cara
memberikan bantuan kepada pihak ketiga dalam bentuk pembangunan fisik.
Kewajiban itu diatur dalam Keputusan Menteri BUMN maupun Menteri Keuangan sejak
tahun 1997. ”oleh karena itu, perusahaan yang ada di Indonesia sudah waktunya
turut serta memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan dimana
perusahaan itu berada”.
Tren globalisasi menunjukkan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan sudah
menjadi hal yang mendesak bagi kepentingan umat manusia secara keseluruhan.
Lingkungan hidup yang sehat merupakan bagian dari hak azasi manusia. Di Inggris
dan Belanda misalnya, CSR menjadi sebuah penilaian hukum oleh otoritas pasar
modal, disamping penilaian dari publik sendiri. ”Kalau perusahaan itu tidak
pernah melakukan CSR justru kinerja saham di bursa saham kurang bagus”.
CSR dalam konteks penanaman modal harus dimaknai sebagai instrumen untuk
mengurangi praktek bisnis yang tidak etis. Oleh karena itu harus dibantah
pendapat yang menyatakan CSR identik dengan kegiatan sukarela, dan menghambat
iklim investasi. CSR merupakan sarana untuk meminimalisir dampak negatif dari
proses produksi bisnis terhadap publik, khususnya dengan para stakeholdernya.
Maka dari itu, sangat tepat apabila CSR diberlakukan sebagai kewajiban yang
sifatnya mandatory dan harus dijalankan oleh pihak perseroan selama masih
beroperasi. Demikian pula pemerintah sebagai agen yang mewakili kepentingan
publik. Sudah sepatutnya mereka (pemerintah) memiliki otoritas untuk melakukan
penataan atau meregulasi CSR.
Dengan demikian, keberadaan perusahaan akan menjadi sangat bermanfaat,
sehingga dapat menjalankan misinya untuk meraih optimalisasi profit, sekaligus
dapat menjalankan misi sosialnya untuk kepentingan masyarakat. Pengaturan
mengenai tanggung jawab penanam modal diperlukan untuk mendorong iklim
persaingan usaha yang sehat, memperbesar tanggung jawab lingkungan dan
pemenuhan hak dan kewajiban serta upaya mendorong ketaatan penanam modal
terhadap peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan CSR secara konsisten oleh perusahaan akan mampu menciptakan
iklim investasi (penanaman modal). Anggapan yang mengatakan bahwa CSR akan
menghambat iklim investasi patut ditolak. Ada kewajiban bagi setiap penanam
modal yang datang ke Indonesia wajib mentaati aturan atau hukum yang berlaku di
Indonesia, apapun bentuknya. Indonesia masih menjanjikan bagi investor dalam
maupun asing. Sumber daya alam masih merupakan daya tarik tersendiri
dibandingkan negara-negara sesama ASEAN dalam posisi Sumber Daya Alam
(SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM). Kondisi tersebut dapat terwujud apabila
diimbangi dengan manfaat dari kesiapan peningkatan mutu infrastrukturt,
manusia, pengetahuan dan fisik.
UU PM memberikan jaminan kepada seluruh investor, baik asing maupun lokal,
berdasarkan asas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, perlakuan yang
sama dan tidak membedakan asal negara, kebersamaan, efisiensi, berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, dan keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional.
CSR dalam UUPM dapat terlaksana jika dibarengi dengan lembaga yang kuat
dalam menegakkan aturan dan proses yang benar. Sebagaimana dikatakan oleh
Mochtar Kusumaatmadja, pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya
memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan azas-azas yang mengatur
kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga (institutions)
dan proses (processes) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam
kenyataan.
2.8
CSR Dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Menurut Edi Suharto (2008), peraturan tentang CSR yang relatif lebih
terperinci adalah UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudian dijabarkan
lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No.:Per-05/MBU/2007 yang mengatur
mulai dari besaran dana hingga tatacara pelaksanaan CSR. Seperti diketahui, CSR
milik BUMN adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Dalam UU BUMN
dinyatakan bahwa selain mencari keuntungan, peran BUMN adalah juga memberikan
bimbingan bantuan secara aktif kepada pengusaha golongan lemah, koperasi dan
masyarakat. Selanjutnya, Permeneg BUMN menjelaskan bahwa sumber dana PKBL
berasal dari penyisihan laba bersih perusahaan sebesar maksimal 2 persen yang
dapat digunakan untuk Program Kemitraan ataupun Bina Lingkungan.
Peraturan ini juga menegaskan bahwa pihak-pihak yang berhak mendapat
pinjaman adalah pengusaha beraset bersih maksimal Rp 200 juta atau beromset
paling banyak Rp 1 miliar per tahun. Namun, UU ini pun masih menyisakan
pertanyaan. Selain hanya mengatur BUMN, Program Kemitraan perlu dikritisi
sebelum disebut sebagai kegiatan CSR. Menurut Sribugo Suratmo (2008), kegiatan
Kemitraan mirip dengan sebuah aktivitas sosial dari perusahaan namun di sini
masih ada unsur bisnisnya (profit motive). Masing-masing pihak harus memperoleh
keuntungan.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dalam kedudukannya memiliki posisi yang
sangat strategis. Selaku unit bisnis/entitas usaha, BUMN yang berbentuk
Perseroan Terbatas (PT) tunduk sepenuhnya pada Undang-Undang Perseroan Terbatas
No.40/2007. Sedangkan dalam kedudukan selaku entitas usaha yang dimiliki oleh
Negara, maka BUMN tunduk pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan PKBL sebagaimana diamanatkan UU No.19/2003
dan kewajiban pelaksanaan CSR sebagai amanat UU No.40/2007 dapat dijabarkan
sebagai berikut :
Untuk pelaksanaan PKBL di BUMN, diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 88 UU No.
19/2003 tentang BUMN sebagai berikut:
a. Pasal 2 ayat (1) huruf e. Salah satu maksud dan tujuan pendirian BUMN
adalah turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan
ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
b. Pasal 88 ayat (1). BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya
untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat
sekitar BUMN.
c. Pasal 88 ayat (2). Ketentuan lebih lanjut mengenai penyisihan dan
penggunaan laba sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan
Menteri.
Selanjutnya dalam butir 5 Pasal 1 UU No.19/2003 tersebut dinyatakan "Menteri
adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili pemerintah
selaku pemegang saham negara pada Persero dan pemilik modal pada Perum dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pelaksanaan PKBL yang diatur oleh Menteri Negara BUMN dalam
Peraturan No.:Per-05/MBU/2007 tentang PKBL adalah dalam kedudukan Menteri
Negara BUMN selaku pemegang saham di BUMN.
Terbitnya UU No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas yang antara lain
mengatur kewajiban pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi
Perseroan Terbatas di satu pihak dan berlakunya kewajiban BUMN melaksanakan
PKBL di lain pihak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda karena pada
dasarnya kedua hal tersebut mengatur tentang tanggung jawab Perseroan. Oleh
karena itu diperlukan suatu kajian mengenai hal tersebut agar tidak menimbulkan
kerancuan dalam implementasinya bagi perusahaan BUMN di masa datang.
Penerapan CSR Indosat mencakup
5 inisiatif, yang dilakukan secara berkesinambungan yaitu:
Organizational Governance
Penerapan
tata kelola Perusahaan terbaik termasuk mematuhi regulasi dan ketentuan yang
berlaku, berlandaskan 5 prinsip: transparansi, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, interpendensi dan kesetaraan.
Consumer Issues
Menyediakan
dan mengembangkan produk dan jasa telekomunikasi yang memberikan manfaat luas
bagi pemakainya, layanan yang transparan dan terpercaya.
Labor Practices
Mengembangkan
hubungan yang saling menguntungkan antara Perusahaan dan karyawan serta
pengembangan sistem, organisasi dan fasilitas pendukung sehingga memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi Perusahaan.
Environment
Mengembangkan
budaya Peduli lingkungan termasuk upaya-upaya nyata untuk mengurangi penggunaan
emisi karbon dalam kegiatan perusahaan.
Community Involvement
Ikut
mengembangkan kualitas hidup komunitas dalam hal kualitas pendidikan sekolah
dan olahraga, kualitas kesehatan, serta ikut serta dalam mendukung kegiatan
sosial komunitas termasuk bantuan saat bencana/musibah.
CSR Goal Indosat
Bertumbuh,
mematuhi ketentuan dan regulasi yang berlaku serta Peduli kepada masyarakat.
Program CSR di tahun 2008 memiliki tema khusus “Indosat Cinta Indonesia”, yang
kemudian pada tahun 2009, tema CSR Indosat berkembang menjadi “Satukan Cinta
Negeri” sebagai bentuk refleksi komitmen dan tanggungjawab Indosat sebagai
perusahaan di Indonesia yang Peduli atas kesejahteraan masyarakat dan
lingkungan, serta upayanya untuk senantiasa berkarya, memberikan manfaat, serta
mengajak peran serta seluruh stakeholder untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang
lebih baik, yang merupakan terjemahan dari keinginan
masyarakat pada umumnya untuk terlibat secara aktif dalam berbagai program
sosial Indosat.
Analisis: CSR adalah salah satu program yang bisa
dilakukan perusahaan untuk melakukan kepedulian terhadap konsumen atau
masyarakat umum. Hal ini tidak merupakan kewajiban melainkan kesukarelaan pihak
perusahaan. Melihat penerapan CSR yang dilakukan indosat tersebut, saya
berpendapat bahwa perusahaan yang menyediakan jasa telekomunikasi tersebut
tidak hanya berorientasi pada profitabilitas internal tetapi sangat peduli
terhadap lingkungan sekitar perusahaan. 5 hal yang inisiatif saya rasa cukup
untuk memenuhi kepedulian terhadap lingkungan yang notabene bukan hanya
lingkungan mikro tetapi lingkungan bangsa secara global. Dan untuk
merealisasikan teori inisiatif diatas sebaiknya perusahaan menggunakan
langkah-langkah yang strategis sesuai yang dikemukakan diatas. Dengan demikian
akan ditemukan titik temu antara makna tindakan CSR yang memberikan dampak
positif bagi kehidupan sosial dan sekaligus mendatangkan manfaat ekonomi baik
bagi masyarakat maupun perusahaan. Sepanjang keseimbangan ini dijaga dengan
saksama, CSR bisa dipastikan diselenggarakan dengan penuh tanggung jawab.